Lihat Tepat setelah lampu-lampu dipadamkan Kau menyala sebagai satu-satunya yang kurindukan Disini Di tempat yang paling kau hindari Aku pernah berdiri Menggores kata menulis warna Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan Aku mengisahkan kenangan di kepasrahan yang begitu lapang Retak berserakan Tanpa kediaman Terkoyak sepi, melayang di antara pekat aroma kopi Dengar Tepat setelah jejak-jejak dilangkahkan Kau menyapa sebagai satu-satunya yang kunantikan Di sini, di peluk yang pernah kau nikmati Aku masih sendiri Mencari kehilangan, menemui perpisahan Pada letupan kenang yang memuat ruang kekosongan Aku membicarakann senyummu di keindahan yang telah hilang Hancur berkeping, tersapu kesunyian, terinjak lara Melarut dalam pahit diseduh air mata Tunggu Santailah sejenak Kar'na tepat setelah meja-meja ditinggalkan Kedai ini menyesak sebagai satu-satunya keterangan Satu kisah yang pernah kita upayakan Beribu rencana yang pernah kita perjuangkan, lenyap Kau memutuskan berpindah hati Sebelum satu persatu rencana kita berhasil diwujudkan Menggores kesadaran Menyayat perasaan Pada setiap kata yang memuat pertanyaan Aku mencari kau yang kurindukan Aku menyapa kau yang kunantikan Aku mencari, aku menyapa, aku menanti, aku merindu, aku terisak Aku menunggu hadirmu Dan kini Satu-satunya yang tersisa hanyalah goresan Yang kubuat sebagai prasasti kesendirian Kapanpun sunyi merasuk jiwamu, kemarilah Pesan kopi terpahit dengan kenangan termanismu Genggam kesedihanmu sebagai duka paling bahagia Dan bila hatimu butuh didengarkan Temui aku dalam perbincangan Niscaya kopi yang kau pesan tak akan sepahit kehilangan